RDNews, Kaur – Polemik di Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu terkait dugaan pelanggaran penggantian pejabat yang dilakukan Bupati Gusril Pausi (Nonaktif) beberapa waktu lalu masih bergulir.
Teranyar, masyarakat setempat meragukan kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaur dalam menanggapi keluaran surat rekomendasi dari Bawaslu.
Kepada media ini, Ketua Umum Ormas Aktivis Raflesia Bengkulu, Aprin memaparkan saat ia memenuhi panggilan KPU Kaur, Selasa (6/10) terkait klarifikasi laporan yang ia sampaikan sebelumnya merasa ada yang janggal, karena pada saat itu ia diminta untuk mengisi formulir model PAP.
Setahu saya jelasnya, kalau merujuk PKPU No. 25 tahun 2013 Form Model PAP digunakan saat atau bila pihak KPU sendiri yang menangani pelanggaran Administasi Pemilu. “Silakan disimak atau dicermati ketentuan Pasal 6 PKPU No, 25 tahun 2013 BAB II Penyelesian Pelanggaran Administrasi Pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum,” paparnya
Selanjutnya, kata Aprin bila merujuk Pasal 3 PKPU No. 25 tahun 2013 tentang Penyelesian Pelanggaran Administrasi Pemilu tersebut mengatur bahwa ruang lingkup peraturan KPU tersebut diantaranya penyelesaian dugaan Pelanggaran administrasi atas laporan atau temuan KPU dan jajaranya, kemudian untuk menindak lanjuti rekomendasi Bawaslu. “Artinya terhadap pelanggaran Administrasi Pemilu, KPU dan Bawaslu berwenang menangani,”
Yang saya maksud aneh, lanjutnya adalah terhadap surat laporan yang ia sampaikan pada 19 September 2020 ditujukan langsung kepada KPU Kaur.
Pada tanggal 23 September 2020 pihak KPU Kaur telah menjawab suratnya melalui surat No. 335/PL.02.1-SD/1704/KPU-Kab/IX/2020 yang pada intinya surat tersebut menjelaskan terhadap laporan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan Gusril Pausi selaku Bakal Calon Bupati Kaur.
Pada saat itu KPU akan menunggu Putusan dari Bawaslu selaku penindak Pelanggaran Pemilu.
“Nah bila demikian KPU kaur telah keliru meminta saya mengisi Form Laporan Model PAP, harusnya merujuk ketentuan Pasal 3 PKPU No.25 tahun 2013, dan Pasal 10 UU No.10 tahun 2016, seharusnya KPU kaur melakukan atau menindak lanjuti rekomendasi Bawaslu, atas dasar sikap dan tidakan pihak KPU kaur dalam menangani laporan saya dan menyikapi rekomendasi Bawaslu,” ujar Aprin.
Kemudian lebih lanjut Aprin, bahwa terkait surat dari Kementrian Dalam Negeri No. 800/5170/OTDA tanggal 7 Oktober 2020 perihal Penjelasan Penegakan Hukum Kepegawaian di lingkungan pemerintah daerah yang sempat beredar dan kami sendiripun telah mendapatkan surat tersebut.
Kalau disimak pada Poin 3 huruf b yang pada intinya menjelaskan kepada KPU Kaur bahwa subtansi pengaturan dalam ketentuan Pasal 71 Undang-Undang No, 10 tahun 2016, yang lingkup kewenangannya merupakan kewenangan Kementerian Dalam Negeri adalah khusus mengenai persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri sebagaimana Pasal 71 ayat (2) yang mengatur bahwa Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
“Dengan penjelasan tersebut pihak KPU Kaur hendaknya jangan berlindung dibalik surat Menteri Dalam Negeri tersebut, karena inti dari pada surat tersebut ada pada Poin 3 (tiga) huruf b. jelasnya menurut Menteri dalam Negeri kewenangan Menteri dalam Negeri terkait dengan Pasal 71 Undang-Undang No. 10 tahun 2020 hanya sebatas mengenai persetujuan tertulis, artinya tidak bisa menganulir ketentuan Pasal 10 Undang-Undang No. 10 tahun 2010 dan pasal 89 PKPU no. 1 tahun 2013,” pungkasnya. [red]